Senin, 19 Agustus 2013

Rayakan HUT RI dengan Sabung Ayam, Lima Orang Ditangkap

KEFAMENANU, KOMPAS.com — Perayaan HUT Kemerdekaan RI seharusnya dilakukan dengan kegiatan positif, tapi tidak dengan ratusan orang warga Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) ini. Mereka malah main judi sabung ayam.

Kegiatan ilegal ini ketahuan oleh Polres Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Dipimpin langsung oleh Kapolres TTU AKB I Gede Mega Suparwitha, petugas melakukan penggerebekan di dekat Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bijaesunan, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu. 

Namun, diduga informasi penggerebekan terrsebut telah bocor. Sebab, polisi hanya bisa menangkap lima orang saja beserta barang buktinya.

"Kita sudah amankan lima orang yakni dua orang laki-laki yang ikut bermain dan tiga orang ibu rumah tangga yang juga berada di lokasi perjudian. Selain itu juga kita amankan barang bukti berupa dua ekor ayam, dua mobil, dua motor, dan sejumlah uang tunai," kata Suparwitha, Sabtu (17/8/2013). 

Menurut Suparwitha, penggerebekan itu berkat laporan dari masyarakat yang mengatakan bahwa permainan judi itu berlangsung sejak pagi, sekitar pukul 8.30 Wita. "Jadi sejak pagi mereka telah merayakan HUT Kemerdekaan dengan cara berjudi sabung ayam dan kuru-kuru (lempar dadu)," jelas Suparwitha. 

Suparwitha mengatakan, arena sabung ayam itu sudah dipagari pakai kayu dan dibuat seperti ring tinju. Polisi menduga arena tersebut itu sudah sering digunakan. 

"Untuk sementara kita melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap lima orang itu, termasuk tiga orang ibu rumah tangga, yang saat itu berada di lokasi judi sambil berjualan makanan, minuman, dan lain sebagainya. Dan bila terbukti bersalah maka kita akan sidik dan bila tdak maka kita akan pulangkan mereka," jelas dia.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2013/08/17/1910099/Rayakan.HUT.RI.dengan.Sabung.Ayam.Lima.Orang.Ditangkap


_________________________________________________________________
Analisis:

Saya sungguh tidak setuju dengan perbuatan lima orang tersebut yang merayakan HUT RI dengan sabung ayam dan judi dadu. Hal ini bentuk dari merayakan kemerdekaan dengan cara yang salah. Padahal kemerdekaan itu adalah hal yang harus peringati dengan pemikiran untuk merayakan ulang tahun negara yang sudah merdeka dengan jasa para pahlawan yang ada. Perayaan HUT RI harus dilakukan dengan cara yang positif dan jangan dengan perbuatan yang negatif.

Kelima orang tersebut melakukan judi sabung ayam dan judi dadu. Perjudian adalah hal yang tidak sesuai dengan peraturan. Apakah HUT RI malah menambah hal-hal negatif yang terjadi di negara ini. Ini pasti tidak diinginkan oleh semua warga dan para pahlawan yang telah gugur. Mereka harus disadarkan apa makna dari kemerdekaan itu.

Saya cukup kecewa dengan gagalnya kepolisian dalam menangkap semua orang tersebut, tetapi kerja polisi sudah cukup baik dengan mengamati hal-hal negatif dalam perayaan HUT RI. Kepolisian harus lebih rahasia dan jangan sampai terjadi kebocoran informasi karena para tersangka akan segera melarikan diri. Mereka akan tidak sadar atas tingkah laku mereka yang buruk dan tidak bisa kembali ke jalan yang benar sehingga mereka bisa mengerti apa arti kemerdekaan yang benar dan tahun berikutnya merayakan kemerdekaan untuk menghargai jasa para pahlawan dan merayakan HUT kemerdekaan.

Bendera Merah Putih Kalah Meriah dari Gambar Cagub dan Caleg

PAMEKASAN, KOMPAS.com — Bendera merah putih di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, kurang meriah. Keberadaannya masih kalah dengan gambar pasangan calon Gubernur Jawa Timur dan gambar calon legislatif mulai tingkat DPR, DPRD, dan DPD.

Bendera merah putih hanya terlihat di beberapa perkantoran saja. Sementara, gambar cagub Jatim, setiap satu meter dan setiap ada pohon di pinggir jalan hampir pasti terpampang gagah pasangan cagub Jatim ataupun gambar caleg. 

Situasi ini pula yang membuat Suraji (84), salah satu pejuang Sabilillah di Pamekasan, berlinang air matanya setelah mengikuti upacara detik-detik Proklamasi di lapangan Pendopo Ronggosukowati, Pamekasan. 

"Mengibarkan bendera merah putih sudah bukan kebanggaan akhir-akhir ini, padahal negeri ini merdeka dengan banyak pengorbanan," ungkap Suraji, Sabtu (17/8/2013).

Kakek yang sudah mulai dilanda berbagai penyakit ini mengaku prihatin dengan tidak pedulinya generasi muda terhadap kemerdekaan. Walaupun hanya sekadar mengibarkan bendera. 

"Saya heran kenapa lebih banyak gambar cagub dan caleg, tetapi bendera sedikit dan gambar para pahlawan yang merebut bangsa ini kembali dari penjajah sama sekali tidak ada," imbuhnya. 

Pria yang sudah memiliki 4 cicit ini mengenang perjuangannya saat mengusir penjajah di bumi Pamekasan, tepatnya saat agresi militer kedua. Di depan Masjid Assyuhada Pamekasan, ratusan pejuang Sabilillah yang dipimpin para ulama mati bersimbah darah karena terkena peluru tentara Belanda. 

"Jika generasi sekarang tahu bagaimana semangat pejuang mengusir penjajah, tentu tidak akan meremehkan makna kemerdekaan," tandasnya. 

Padahal, ujar Suraji, saat ini sudah tidak kekurangan sesuatu apa pun dan semuanya serba mudah karena perjuangan para pahlawan. Yang tidak dimiliki generasi sekarang yakni jiwa nasionalisme. 

Generasi saat ini lebih suka senang-senang, tidak menghormati yang tua dan gampang melupakan sejarah. "Saya tidak tahu di mana dan apanya yang salah sehingga situasi saat ini banyak berubah ketimbang dulu," pungkasnya.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2013/08/17/2055109/Bendera.Merah.Putih.Kalah.Meriah.dari.Gambar.Cagub.dan.Caleg


_________________________________________________________________
Analisis:

Saya merasa aneh saat membaca berita ini. Bagaimana bisa bendera negara kita sendiri pada saat hari kemerdekaan bisa kalah meriah daripada gambar Cagub dan Caleg. Hal seperti ini harus dihilangkan. Kita harus memiliki jiwa nasionalisme bagi negara kita. Pantas saja, salah satu pejuang Indonesia dahulu berlinang air mata karena ia merasa bahwa kerja kerasnya yang pantang menyerah kurang dihargai oleh generasi-generasi sekarang. Seharusnya saat hari kemerdekaan, bendera Indonesia tidak kalah meriah. Apalagi hari kemerdekaan hanya terjadi setahun sekali.

Perkataan salah satu pejuang sabilillah di Pamekasan yaitu Suraji berkata bahwa pengibaran bendera merah putih sudah bukan merupakan kebanggaan akhir-akhir ini walaupun negeri ini merdeka dengan banyak perjuangan. Saya setuju dengan perkataannya. Kita sebagai generasi muda negeri ini harus selalu mengingat jasa-jasa para pahlawan yang membuat negara kita merdeka. Apakah hanya dengan pengibaran bendera saja kita tidak bisa menghargai jasa para pahlawan ini. Kita harus berusaha untuk lebih menghargai lagi. 

Ia juga berkata bilamana generasi sekarang tahu semangat pejuang dalam mengusir penjajah, mereka tidak akan meremehkan makna kemerdekaan. Saya kembali setuju dengan perkataan ini. Sekarang kita semua dapat hidup dengan tidak kekurangan dan dengan mudah, tetapi kita sebagai generasi muda kurang jiwa nasionalisme. 

Yang terakhir Suraji berkata bahwa generasi saat ini lebih suka bersenang-senang dan mudah melupakan sejarah dan ia tidak tahu alasan hal tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, kita harus menanamkan jiwa nasionalisme pada generasi-generasi muda karena mereka tidak pernah merasakan susahnya perjuangan para pahlawan. Mereka harus mengenal bangsa ini dengan lebih baik lagi dan membuktikan bahwa generasi sekarang juga bisa menghargai jasa pahlawan dan juga mempunyai semangat nasionalisme 

Minggu, 11 Agustus 2013

Marzuki: Kinerja DPR Rendah karena Buruknya Pendanaan Partai

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie meminta semua pihak tidak tergesa-gesa memberi penilaian buruk pada kinerja parlemen. Pasalnya, menurut Marzuki, selain tidak kuatnya sistem rekrutmen, rendahnya kinerja anggota DPR saat ini disebabkan tak adanya aturan mengenai sumber pendanaan yang baik di partai. 

Marzuki menjelaskan, buruknya rekrutmen berkaitan erat dengan lemahnya sumber pendanaan partai. Tiga sumber pendanaan partai yang dilegalkan oleh undang-undang dianggapnya hanya seperti niat baik yang bias. 

Sumber dana pertama, kata Marzuki, berasal dari iuran anggota partai, termasuk yang duduk di DPR atau struktural pemerintahan. Akan tetapi, iuran tersebut umumnya tak berjalan lancar, dan hanya anggota partai yang mendapatkan kursi di parlemen atau pejabat negara yang rutin membayar iuran. Besaran iuran dipotong langsung dari penghasilan masing-masing. 

"Kita rutin, tapi kan jumlahnya masih sangat kecil. Akhirnya disuruh cari uang, akhirnya kasus, korupsi, dan lainnya," kata Marzuki saat dihubungi pada Rabu (31/7/2013). 

Politisi Partai Demokrat ini melanjutkan, sumber pendanaan partai yang kedua adalah berasal dari sumbangan yang tidak mengikat. Marzuki pesimistis ada pihak swasta yang secara sukarela menyumbang sejumlah uang tanpa embel-embel maksud di belakangnya.

"Yang ketiga adalah bantuan negara, jumlahnya kecil dan belum bisa membiayai partai," ujarnya. 

Bagi Marzuki, sebelum masyarakat menuntut kepada anggota DPR, seharusnya permasalahan tersebut bisa terselesaikan. Sebab, kinerja anggota DPR sangat berkaitan dengan proses rekrutmen dan kaderisasi di tingkat partai dengan sokongan dana yang memadai. 

"Jangan selalu berkutat pada akibat karena (sebab) ini yang harus kita selesaikan. Masyarakat boleh menagih kalau itu sudah dipenuhi," ujarnya. 

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Tantowi Yahya menyatakan, banyak anggota DPR yang tak berkompeten dan posisinya hanya seperti pajangan di parlemen. Berbeda dengan Marzuki, Tantowi menilai hal itu terjadi karena pemenang pemilihan legislatif didasari oleh sistem suara terbanyak sesuai dengan apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2009 lalu. 

Anggota Komisi I DPR ini menjelaskan, sistem suara terbanyak sebagai penentu siapa yang berhak mendapatkan kursi di DPR membawa pengaruh buruk untuk kinerja parlemen. Sebagai contoh, ia mengatakan bahwa lebih dari setengah anggota di komisinya memiliki kinerja yang sangat rendah.

Sementara itu, sistem suara terbanyak sebagai cara untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan kursi di DPR diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2009. Keputusan MK itu keluar hanya beberapa bulan sebelum Pemilihan Legislatif 2009 dimulai. Aturan yang sama juga akan diterapkan pada Pemilu 2014.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2013/07/31/1218588/Marzuki.Kinerja.DPR.Rendah.karena.Buruknya.Pendanaan.Partai

_________________________________________________________________
Analisis:

Perkataan Marzuki mengenai kinerja DPR yang rendah karena buruknya pendanaan sepertinya kurang pas. Kinerja DPR yang buruk ia katakan yang pertama akibat dari iuran anggota partai yang tidak berjalan lancar dan kemudian menimbulkan hal-hal seperti kasus korupsi,dll. Jika sampai terjadi korupsi, itu seharusnya adalah kesadaran dari masing-masing anggota partai. Mereka sebagai anggota-anggota yang mewakili rakyat, seharusnya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Walaupun hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kinerja mereka, anggota DPR harus lebih mengutamakan kinerja mereka walau dengan dana yang kurang dan jangan terlalu berfokus pada uang/dana yang kurang.

Alasan yang kedua adalah karena sumbangan tidak mengikat dari swasta yang memberikan dana secara sukarela tanpa maksud dibelakangnya. Seharusnya anggota-anggota DPR tidak mengutamakan sumbangan dari swasta. Sekarang pun, DPR pasti menerima secara sukarela dana swasta walaupun dengan maksud tertentu. Oleh karena itu, anggota-anggota harus bekerja keras dan berusaha.

Alasan yang ketiga adalah karena pendanaan dari negara yang kurang dan tidak cukup. Menurut saya, seharusnya dari semua dana yang didapat, harus digunakan untuk kepentingan rakyat dan jangan digunakan untuk keperluan-keperluan lain seperti fasilitas-fasilitas, tetapi yang paling utama adalah mental dari setiap anggota-anggota untuk mewakili rakyat dan untuk melaksanakan setiap tugasnya dengan sebaik-baiknya dan jangan hanya berpacu pada uang maupun dana. Saya rasa seharusnya tidak ada masalah walaupun anggota-anggota dipilih oleh MK jika mereka tahu setiap tugas mereka dan berusaha untuk melakukan dengan sebaik-baiknya

Sabtu, 10 Agustus 2013

Akhirnya, KPU Putuskan Anak-anak Dilarang Ikut Kampanye!


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya mengesahkan peraturan yang melarang pelibatan anak-anak dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Aturan ini dimuat dalam Peraturan KPU Pasal 32 Ayat (1) butir J yang berbunyi: Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye dilarang memobilisasi Warga Negara Indonesia yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih.  Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, keputusan itu sudah disepakati pada Selasa (30/7/2013) kemarin.

"Dilarang dong, anak-anak dilarang ikut kampanye. Sudah diatur kok semalam, peserta pemilu dilarang memobilisasi anak di dalam kegiatan kampanye," kata Ida, Rabu (31/7/2013), di Jakarta. 

Larangan keikutsertaan dalam pemilu anak ini, menurut Ida, berlaku juga bagi anak-anak yang datang sendiri bersama keluarganya tanpa ada mobilisasi dari peserta pemilu. Menurutnya, hal tersebut juga merupakan tanggung jawab peserta pemilu untuk menyediakan tempat yang aman bagi anak. 

"Dalam realitas sosial ekonomi kita kan ada keluarga yang enggak mampu bayar pengasuh sehingga dia kesulitan meninggalkan anaknya di rumah sendirian. Kalau mereka mau datang kampanye dengan membawa anak, itu juga tanggung jawab peserta pemilu untuk menyediakan tempat yang aman bagi anaknya," jelas Ida. 

Ida menjelaskan, kriteria anak-anak adalah mereka yang berusia dibawah 17 tahun dan belum menikah. 

Untuk pengawasan, KPU menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bagi peserta pemilu yang melanggar aturan ini, akan dijerat dengan sanksi administratif. Sementara, sanksi pidana, menurut Ida, tidak bisa diterapkan karena tidak diatur dalam undang-undang. 

"Sanksinya administratif, enggak ada sanksi pidana. Itu kan tidak diatur dalm UU, sementara dalam peraturan KPU, tidak bisa memunculkan sanksi kalau tidak diatur dalam UU," jelasnya.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2013/07/31/1225157/Akhirnya.KPU.Putuskan.Anak-anak.Dilarang.Ikut.Kampanye.

_________________________________________________________________
Analisis: 


Saya setuju dengan peraturan KPU yang melarang perlibatan anak-anak dalam kegiatan Pemilu. Hal tersebut dapat membahayakan jika terjadi kerusuhan atau ketidaktertiban selama kampanye. Anak- anak dapat menjadi korban walaupun mereka hanya ikut orang tuanya dalam kampanye tersebut. Orang tua harus menjaga dengan benar jika membawa anaknya dalam kegiatan pemilu. Selain keselamatan anak-anak, faktor psikologis anak juga dapat terganggu jika melihat kekerasan karena dapat memengaruhi mental anak tersebut. Bagi anak-anak, mereka juga belum bisa untuk mengikuti/ menjadi peserta pemilu. Mereka hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya dan untuk meramaikan suatu kampanye pemilu.

Saya juga setuju dengan sanksi yang diberikan yaitu hanya sanksi administratif. Untuk memberikan sanksi pidana, saya rasa hal tersebut kurang pas karena anak itu adalah tanggung jawab orang tuanya dan seperti dikatakan di atas bahwa tidak ada UU yang mengatur hal ini. Jadi sanksi administratif cukup untuk membuat jera bagi orang tua yang memaksa untuk membawa anak-anak dalam kegiatan pemilu. Oleh karena itu, keputusan KPU yang melarang keterlibatan anak-anak dalam kampanye cukup baik.